Life is Complicated
>> Rabu, 09 Juli 2008
Rheina menatap kagum pada gadis di hadapannya. Kia, gadis berkaos biru muda itu tampak cantik dan anggun dalam balutan jilbab dengan warna senada. Rheina begitu asyik memperhatikan gerak-gerik Kia yang tampak memukau.
Asykia fahrani, begitu nama panjang gadis yang sangat dikagumi Rheina itu. Ia kini duduk di tingkat empat jurusan Ushuluddin. Kakak kelasnya itu memang cantik. Akan tetapi ia sama sekali tidak menyalahgunakan anugerah yang dikaruniakan oleh Allah padanya itu. Meski ia tidak memakai cadar, namun ia sungguh santun. Tak pernah sekalipun terlihat berduaan dengan laki-laki. Bahkan, ia sengaja memusiumkan handphone miliknya demi tidak membelokkan niat awal kedatangannya ke negri ini.
Apalagi yang kurang dari wanita yang satu ini, begitu fikir Rhei dalam hati. Sudah cantik, pintar, baik, jago masak, terjaga pula nilai-nilai akademisnya. Dari tahun ke tahun ia selalu mendapat predikat jayyid jiddan. Meski bukan mumtaz, alias sempurna, namun itu sudah cukup membanggakan.
"Bengong aja Rhei. Diminum atuh, ashirnya," teguran Kia membuyarkan lamunan Rhei. Hari itu Rhei sengaja mengajak Kia ngashir karena ingin curhat pada Kakak kelasnya yang baik hati itu.
"Eh, iya Kak," Rhei meneguk ashirnya perlahan.
"Kak, enak ya kayaknya jadi Kakak. Apa lagi coba yang kurang?"
"Semua orang pasti punya kekurangan Rhei. Gak ada kali yang sempurna. Cuma Allah Rhei, yang Maha Sempurna."
"Tapi, Kakak tuh, keliatannya perfect banget, gitu..."
"Rhei…Rhei…, setiap orang pasti menunjukkan yang baik-baik aja di depan orang lain. Gak mungkinlah kita nunjukin keburukan kita di hadapan orang lain. Rhei-nya aja yang belum tau Kakak"
"Tapi Rhei tau Kakak kok. Rhei kan, udah lama kenal Kakak.”
"Tapi, di sini aja kan? Rhei kan gak tau gimana dulu waktu Kakak di Indo?"
"He.. he.. yaa gak lah Kak. Kan, Rhei baru kenal Kakak di sini."
"Nah, makanya Rhei jangan langsung mengklaim Kakak seperti itu. Dulu Kakak gak kaya gini Rhei. Beda jauh banget dari yang sekarang. Kakak tuh, dulu egois. Egois banget. Kakak gak pernah mau ngalah. Apa yang Kakak anggap betul harus betul. Apa yang gak sreg di hati Kakak bakal Kakak debat habis-habisan. Kalau ada guru yang salah nerangin pelajaran di depan kelas. Kakak tegur saat itu juga. Jahat banget kan Kakak?
Kakak juga dulu suka berantem. Siapa aja yang berani sama Kakak langsung Kakak pukul. Kebetulan Kakak pegang sabuk putih karate, jadi gak ada yang berani sama Kakak. Berkuasa banget deh waktu itu. Sampai pada suatu saat, Kakak harus kehilangan cita-cita yang Kakak impikan dan Kakak jaga dari kecil. Kakak ingin sekali jadi dokter. Dengan cita-cita itu Kakak selalu berusaha untuk dapat nilai tertinggi di setiap pelajaran.
Dan dengan anugerah otak yang diberikan Allah, Kakak selalu berhasil menjadi juara kelas tiap tahun. Tapi sayang, orang tua Kakak memaksa Kakak untuk kuliah di sini. Padahal, ketika itu Kakak sudah diterima di fakultas kedokteran di UI. Tadinya Kakak berontak. Tapi akhirnya Kakak sadar, orang tua Kakak pasti menginginkan yang terbaik untuk anaknya. Pasti ada pertimbangan tersendiri kenapa Kakak tidak dikuliahkan di kedokteran.
Masa-masa itu adalah masa terberat selama hidup Kakak. Sejak saat itulah Kakak mulai bisa memahami pendapat orang lain. Mulai belajar menerima yang lebih baik dari sebuah keputusan. Menjadi lebih menghargai orang lain, dan bisa meredam segala keegoisan Kakak. Dari situlah Kakak mulai berubah.
Rhei, setiap manusia pasti akan mengalami goncangan demi goncangan dalam hidupnya. Namun apakah ia kuat atau tidak dalam menghadapinya, itulah hasil yang kan diperolehnya. Bagi yang kuat, ia kan terus berjalan dengan mengambil pelajaran darinya dan berusaha untuk berubah menjadi dia yang lebih baik. Sedang yang tidak kuat akan sebaliknya. Begitulah Rhei…
Life is so complicated cause it's what life is, pokoknya ambil pelajaran aja dari cerita Kakak tadi. Hidup tuh sebuah proses Rhei. Proses untuk memilih, proses untuk berubah, dan proses segalanya deh..
Oya, trus kamu pengin cerita apa tadi Rhei?"
"Nggak jadi, Kak"
"Lho?"
"Udah ketemu Kak jawabannya. Makasih ya, Kak.."
"Ya udah kalo gitu. Cepet dihabisin atuh kantolupnya, udah mau maghrib.."
"Beres, Kak!"
Cakrawala/hana
0 Komentar:
Posting Komentar